Sebagaimana yang terdapat dalam hikayat di surah Al Kahfi, ketika
nabiyullah Musa As berjumpa dengan nabi Khidir As dan beliau ingin ikut
bersamanya untuk belajar darinya,
Maka nabi Khidir As berkata kepada nabi Musa, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ، وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا
( الكهف : 67-68 )
“Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu.”
( QS. Al Kahfi : 67-68)
Dimana masing-masing dari mereka diberi ilmu yang berbeda oleh Allah, dimana nabi Khidir diberi ilmu yang tidak diberikan kepada nabi Musa begitu juga sebaliknya, namun derajat nabi Musa As lebih mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala karena nabi Musa juga sebagai rasul, akan tetapi Allah ingin menunjukkan bahwa ada ilmu yang Allah berikan kepada selain nabi Musa As, yang mana ia lebih rendah derajatnya dari beliau. Maka nabi Musa berkata kepada nabi Khidir bahwa ia akan senantiasa bersabar untuk belajar dan ikut bersamanya, kemudian keduanya naik ke sebuah kapal dan pemilik kapal itu mengetahui bahwa nabi Khidir adalah orang yang baik dan shalih, maka ia pun mempersilahkan mereka untuk naik ke kapalnya tanpa meminta upah atau bayaran dari mereka, setelah kapal itu mulai berlayar dan keluar dari pelabuhan, maka nabi Khidir turun ke dasar kapal dan melubanginya hingga kapal itu tenggelam, namun tenggelam dalam air yang masih dangkal karena belum jauh dari dermaga, melihat hal itu nabi Musa As berkata : “ Bagaimana engkau lakukan hal itu, padahal pemilik kapal ini orang yang baik”, kemudian nabi Khidir berkata sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
(الكهف : 72 )
“Dia (Khidihr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.” (QS. Al Kahf : 72)
Maka nabi Musa meminta maaf kepada nabi Khidir agar ia tidak mengindahkan ucapannya tadi agar ia tetap menempuh perjalanan bersamanya. Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanan, setelah sampai di suatu tempat mereka menemui anak kecil yang kemudian nabi Khidir membunuh anak tersebut, maka nabi Musa As pun berkata kepada nabi Khidir : “Mengapa engkau membunuh anak kecil yang tidak berdosa itu, hal itu adalah perbuatan yang sangat munkar”, maka nabi Khidir pun berkata, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
( الكهف : 75 )
“Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku”.( QS. Al Kahf : 75)
Nabi Musa AS kembali meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi hal tersebut, maka nabi Khidir berkata : “ Sekali lagi engkau menanyakan akan hal-hal yang kuperbuat dalam perjalanan selanjutnya, maka hal itu adalah akhir dari perjumpaan kita”. Dijelaskan oleh para ahlu tafsir, dimana karena nabi Musa As adalah seorang rasul yang juga memiliki tanggung jawab dan harus menegakkaan kebenaran, maka beliau tidak bisa hanya diam jika melihat suatu hal yang munkar, maka di ketiga kalinya ketika nabi Khidir berbuat hal yang salah, nabi Musa pun sengaja memprotes kembali nabi Khidir agar ia berpisah dengan nabi Khidir meskipun sebelumnya ia telah bersepakat untuk tidak lagi bertanya atau memperotes perbuatan nabi Khidir, karena beliau khawatir perbuatan nabi Khidir akan dipertanggungjawbakan oleh beliau kelak di akhirat. Kemudian mereka memasuki sebuah perkampungan dimana penduduk di kampung itu tidak mau menjamu mereka, maka nabi Khidir pun membangun satu tembok yang telah roboh di kampung itu, lalu nabi Musa berkata, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
( الكهف : 77 )
“Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”.( QS. Al Kahf : 77)
Dan hal ini diucapkan oleh nabi Musa As agar beliau berpisah dengan nabi Khidir, kemudian nabi Khidir pun berkata kepada nabi Musa As sebagaimana firman Allah subhnahu wata’ala:
قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ، أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا ، وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا ، فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا ، وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
( الكهف : 78 – 82 )
“Khidihr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu’min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. ( QS. Al Kafi : 78-82)
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh nabi Khidir menyimpan hikmah, yang pertama dimana kapal yang yang ditumpangi nabi Khidir dan nabi Musa dibocorkan agar kemudian tenggelam, karena didepan telah menunggu kapal perampok yang akan merampas barang-barang di kapal yang mereka tumpangi, yang mana kapal itu berisi harta benda berupa emas, perak dan lainnya, dan kesemua itu tidak akan rusak dengan ditenggelamkan ke air, maka nabi Khidir memilih menenggelamkan kapal itu daripada dirampas oleh para perampok. Yang kedua, Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil karena kelak ketika tumbuh besar anak kecil itu akan menjadi orang fasik yang banyak melakukan kejahatan dan akan selalu menyusahkan dan menyedihkan kedua orang tuanya kelak, sedangkan orang tuanya adalah orang yang shalih sehingga Allah ingin meneganugerhkan kepada mereka seorang anak yang shalih dan berbakti kepada kedua orang tuanya, maka dengan kematian anak itu orang tuanya merasa sangat sedih, akan tetapi kesedihan itu seakan-akan Allah jadikan sebagai penebus untuk mendapatkan anak yang shalih. Hal yang ketiga, nabi Khidir membangun kembali tembok sebuah rumah yang hampir roboh karena didalamnya terpendam harta karun seorang keluarga untuk keturunannya mendatang yang miskin, yaitu keturunannya yang ketujuh, sehingga harta benda itu terjaga dan baru akan Allah keluarkan untuk keturunannya yang ketujuh, sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab tafsir. Oleh karena itu, sangat banyak hal-hal yang tidak kita ketahui namun mengandung hikmah dan makna yang sangat besar. Maka kita harus memahami barangkali hal-hal yang tidak kita sukai sebanarnya baik untuk kita atau bahkan sebaliknya , seperti kejadian-kejadian yang telah dilakukan oleh nabi Khidir dan ketika itu nabi Musa pun mengingkarinya karena beliau tidak tau makna dibalik semua itu.
(Ceramah Habib Munzir bin Fuad Almusawa)
0 komentar:
Posting Komentar